Rabu, 06 November 2013

Iwan Fals – Wakil Rakyat


Sebagai anak gang di salah satu wilayah padat di Jakarta, menjadi penggemar Iwan Fals adalah sebuah keniscayaan. Sama seperti dengan bermain bola. Sebuah kelaziman. Tiap malam Minggu (atau kadang tiap malam) menjeritkan lagu lagu Iwan Fals adalah kewajiban yang dijalankan dengan rutin.
Tapi rutinitas seperti kadang membuat daya apresiasi melembek. Mejadi asal suka saja tanpa menyelami makna. Lagu lagu macam “Kembang Pete”, “Amulan Zig Zag”, Ujung Aspal Pondok Gede” dan lain lain jadi ‘kaluar masuk kerongkongan tanpa mencolek hati. Namum tidak dengan lagu ini.
Sebuah lagu kritik super yang mengstup kembali antenna kritis orang. Membuat orang jadi tersadar kembali betapa music dan lagu adalah medium yang bisa di pakai untuk kebajikan kemanusiaan. Untuk membuat kita selalu berani bersikap berani.bahkan bila yang dihadapi itu adalah sebuah institusi bernama Negara.
Lagu ini berbeda dengan lagu kritik social lainnya, yang biasanya berisi cerita spesifik rakyat kecil, karena hal diatas tadi. “Wakil Rakya” menyerang langsung Negara. Menguliti lembaga. Menonjok system. Tanpa tedeng aling aling. Tanpa metafora. Tapi tetap terasa datang dari suara arus bawah. Gugatannya tidak membuat lagu ini menjadi barang seni yang elitis atau asyik sendiri.
Konon itulah puncak dari karya protes sejati. Dalam sekaligus luas. Karena hampir semua  orang jadi merasa lebih terwakili oleh lagu ini di banding anggota dewan pilihan mereka sendiri.
Dan ketika puluhan tahun kemudian, pascareformasi, masuk kedalam gedung parlemen yang terhormat, menyaksikan sebuah undang undang buruk disyahkan oleh kursi kursi yang diisi belasan anggota dewan saja, hati saya masih spontan menyanyikan lagu ini. (rolling)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar